Kamis, 21 Agustus 2014

Reno & Biian Part I


Aku mulai mengikat tali sepatuku dan bergegas untuk berangkat ke sekolah.
Setibanya di sekolah aku bertemu dengan sahabatku Windi,
“eh Biian, udah dateng lo?”
“udah lah Win, kalo belom mah dari tadi gue gak disini.”
“oiyaya,”

Aku duduk di tempat seperti biasa di bangku sebelah kanan berisan kedua dari sebelah kiri. Sejenak ku buka buku yang akan ku pelajari nanti. Lima menit berlalu, ku tolehkan kepalaku ke barisan keempat, tepatnya di tempat duduk nomer tiga.
“kenapa Bian, ko dari tadi kaya orang kebingungan?” Tanya putri, temanku.
“eh, eh, ngga.”

Orang yang duduk di bangku nomer tiga dibarisan keempat adalah Reno. Ya, Reno adalah seseorang yang aku sukai, tidak putih melainkan hitam manis, tidak terlalu tinggi melainkan bisa dibilang aku sebatas telinganya, tidak pendiam melainkan humoris, tidak pelit melainkan royal, tidak biasa saja melainkan istimewa. Ya ia sangat special bagiku tetapi rasa suka itu hanya dapat aku pendam dalam hati saja. Tidak ada satu orangpun yang mengetahui tentang itu termasuk sahabatku Putri dan Windi.

Kubaca kembali buku yang sedang ku baca semenjak tadi. Berkali-kali ku tolehkan kepalaku ke tempat duduk Reno, semenjak tadi aku tidak melihat kehadiran Reno. Tanyaku dalam hati.

Aku kembali ke mejaku dan mengobrol dengan Windi, Putri, dan temanku yang lain. Dan mereka membahas satu bahasan, yaitu “cowok”. Setelah sekian lama aku mendengar perbincangan mereka, Putri mulai bertanya kepadaku
“Bii, kira-kira cowok yang sekarang lo sukain siapa?”
“emmm, gak ada.”
“bohong….”
“bener ko, Put.”
“Oh, yasudahlah.”

Aku mencoba menyembunyikan semua rasaku kepada Reno. Jujur, baru kali ini aku merasakan menyukai dan menyayangi seseorang yang begitu berbeda dimataku seperti Reno. Mungkin inilah cinta yang pertama kali aku rasakan. Tapi sayangnya hal itu malah justru bertepuk sebelah tangan, karena Reno juga tidak mengetahui bahwa aku menyukainya. Mungkin disisi ini aku harus memahami arti dari kesabaran.

“Teeeeeeetttttt .. teeeeet.. teeeeet ..”
Bel masuk kelaspun berbunyi, dan akhirnya aku mulai melihat sosok seorang Reno yang semenjak tadi tidak aku lihat kehadirannya.
Aku duduk sebangku bersama Windi, dan dikelas aku hampir setiap saat melirik bahkan melihat Reno. Waw! Gumamku dalam hati saat melihat sosok seorang Reno yang begitu aku sukai. Hampir setiap saat kelas selalu berisik karena Reno. Berisik, bercanda, dan membuat satu kelas tertawa terbahak-bahak itu semua adalah pekerjaan Reno sehari-hari. Hal itu yang sungguh aku sukai dari Reno.
“anak-anak, hari ini ibu mengadakan ulangan yang ibu janjikan kemarin.”
“yaaaaaaaaaahhhh, ngga bisa diundur lagi bu ulangannya” sahut Dino.
“tidak Dino..”

Beberapa menitpun berlalu, dan tiba-tiba terdengar suara handphone. Ternyata itu bunyi teepon guruku. Dan guruku segera keluar kelas untuk menerima telpon. Mulailah seorang Reno beraksi.
“psst.. psst.. Dino Dino .. nomer 7 ampe 9 dong.”
“Lo mao nyontek apa ngerampok, No? nih A, D, C.”

Setelah itu aku melihat sosok Reno berjalan menuju bangku kosong yang ada dibelakangku. Setelah itu ternyata dia menyontek jawabanku secara diam-diam.
“Reno! Lo ngapain? Lo nyontek jawaban gue ya?!” gretakku tegas
“Stttttt!! Bii, diem dong. Gua bingung nih. Lo tau sendiri gue gimana. Kasih tau dong.”
“apaan sih lo Ren, nggak nggak!!”

Karena perkelahian itu, iba-tiba guruku datang dan memarahi aku dan Reno.
“Bian! Reno! Ngapain kamu berdua. Berisik dan mengganggu konsentrasi teman kalian yang sedang mengerjakan ulangan.” Omel guruku.
“ini inih Bu, Reno nyontek jawaban saya.”
“benar itu Reno?”
“ngg.. ngga Bu. Bii, lo diem dong!” Reno berbisik padaku
“Bian, Reno karena kamu berdua telah berisik dan mengganggu teman yang lain, sekarang kalian berdua keluar dan tidak boleh mengikuti ulangan pelajaran Ibu.”
“Bu, tapi ini semua kan salah Rrr…”
“sudah cukup, Ibu tidak mau mendengar alasan dan penjelasan kalian berdua.

Akhirnya aku keluar bersama Reno. Meskipun aku menyukai Reno, tapi aku cukup kesal atas perlakuan Ibu Ratih dan Reno. Aku mulai memasang tampang bosan dan kesal.
“Bii, maafin gue ya, gara –gara gue lo jadi gak boleh ikut ulangan lagi.” Kata Reno merasa bersalah
“udah, Ren. Namanya juga musibah, nggak apa-apa kali.” Kataku sabar
“maafin gue ya. Emm gimana sebagai permintaan maaf gue, lo gue traktir makan istirahat ini. Tapi berdua aja, Mau nggak? Mau yaaa, pliiss?”
“engga usah Ren. Ngerepotin.”
“pliss Bii, mau yaa.”
“yaudah liat nanti aja.”
“siplah, makasi ya.”
“iya.”

Hah! Apah! Ini serius? Yakin? Masa sih? Apa, aku diajak makan siang bareng bersama Reno orang yang aku suka? Sungguh aku tidak pernah menyangka bahwa akn jadi seperti ini. Aku sangat senang sekali, rasanya ingin terbang tinggi. Huuuufhht.

Waktu istirahatpun tiba,
“Bii, gimana sih lo, ko lo bisa- bisanya disuruh keluar sama Bu Ratih.” Kata Windi ikut kesal
“itutuh gara-gara si Reno. Ngeselin banget Win,”
“wahh, perlu gue kasih pelajaran tuh cowok! Masa gara-gara dia, sahabat gue jadi kaya gini sih! Ihh!”
“eits! Eits! Eits! Win, Win, Win tunggu dulu. Dia itu tadi udah minta maaf sama gue. Dan sebagai permintaan maaf dia gue itu diajak dan ditraktir makan siang hari ini. Tapi gue gak tau mau apa nggak,”
“hah! Apa Bii? Lo ditraktir makan sama Reno? Waahh kesempatan bagus ni. Hahaha.” Kata Putri kaget.
“ya tapi kan gue gak tau mau apa nggak Put,”
“ih, lo mau aja Bii, sekalian nanti kita ikut.”
“nah Dari itu Put, Win. Gue bingung. Soalnya dia ngajak gue makan berdua aja. Gue nggak mau ah,”
“apa Bii? Berdua? Gila lo si Reno maunya berdua aja.” Sahut Windi sewot
“udah lah Win, Put gue gak mau. Biar nanti gue bilang sama Reno”
“yaudah Bii, itu semua sih terserah lo. Kan lo yang diajak makan. Kita sih ngga apa-apa gak diajak. Kan itu juga sebagai permintaan maaf Reno sama lo. Iya gak Put,” kata Puti meng-iyakan.

Setelah berdebat cukup lama ahirnya aku memutuskan untuk tidak menuruti ajakan Reno. Meski agak sedikit merasa takut mengecewakan Reno, tapi aku yakin Reno pasti tidak akan marah padaku.

Setelah bel selesai istirahat berbunyi, Reno menghampiriku, jantungku berdegup ccepat dan ia bertanya
“Bii, knapa tadi lo gak dateng? Lo gak suka gua traktir makan? Apa lo gak mau maafin gue?”
Sejenak aku diam dan menjawab
“sorry ya Ren, bukannya gitu. Tapi gue gak enak kalo makan cuma berdua sama lo, udah gitu privasi banget. Gue risih, Ren. Maafin gue ya?”
“iya gapapa Bii, tapi kapan kapan lo mau kan makan bareng berdua sama gue?”
“nanti ya Ren kalo ada waktu.”

Sembari menjawab akupun langsung berjalan menuju tempat duduku. Yah, memang agak mengecewakan. Tapi ya tak apa apa lah, Reno juga pasti paham.

Bel pulang sekolah berbunyi, dan kebetulan hari ini aku harus ke toko buku karena ada tugas yang akan aku kerjakan dibuku tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar