indah malam jakarta kini sudah berlalu terganti sunyi senyap aura pegunungan.
apa arti dari sebuah penantian yang selalu aku nantikan? aku selalu menanti pada titik akhir dimana aku harus melabuhkan semuanya. tapi semua ini begitu rumit buatku. apa yang aku harus perbuat? tulisan cengeng ini rupanya tak juga membantu melegakan semua.
senyapnya desa ini kalah dengan senyapnya jakarta kemarin.
seperti aku yang sering diam dalam lamunanku yang seperti orang bodoh. menulis dan menulis tapi selalu ku hapus. merangkai dan menyusun tapi tak pernah rapi jua tulisan ini. mungkin ini efek dari sunyinya malam yang aku rasa beberapa hari belakangan.
jakarta kemarin seperti asing buatku, namun ia tetap indah dibenakku.
sepertinya aku sekarang sedang tak bersahabat dengan sunyi seperti ini. sunyi memang selalu indah, namun sepertinya aku butuh beradaptasi lagi dengan sunyi seperti ini. terkadang ridu sunyi, terkadang juga begitu membenci sunyi. ah apalah aku ini! sudahlah sunyi, mengalahlah saja kali ini padaku.
sibuknya jakarta, mengaahkan sibuknya jemariku bergulat dengan pensil dan kertas HVS.
sebentar menulis, sebentar kucoret. sebentar ku gambar lagi, sebentar muncul tulisan cengeng. ah! aku seperti digampar waktu yang begitu cepat berrlalu disana namun rasanya begitu lama disini. ya, hari ini aku membenci sunyi. bahkan suara ketikan keyboard atau suara goresan pensil serasa menggema diruangan ini. oh tuhaaann! dunia apa ini? dunia antah berantah! atau dunia khusus para sufi dan kyai? yang tak cocok untuk makluk sepertiku?
terangnya jakarta tak mengalahkan terangnya lampu ruangan dan layar laptop.
masih terasa benar suara pengingan mesin bus antar kota yang mengantarku ke tempat ini tepat jam sepuluh malam kemarin. aroma menyengat knalpot busuk berasap hitam yang kuhirup hampir 8 jam sah membuat aku kenyang hingga mual sampai sekarang. bahkan silaunya lampu jalan tol yang membuat aku tak bisa tidur selama di bus rasanya seperti lampu sorot panggung yang akrab buatku.
rasanya mi instan cup jakarta tak senikmat mi instan seduhanku malam ini.
kau tau yang ku benci dari perginya aku dari kota gemerlap itu? dari banyak makanan yang bisa kumakan aku tetap mencintai mie instan cup rasa bakso sapi dengan cup berwarna hijau. saat aku diperjalanan aku bisa makan mie cup itu hingga dua kali. bukan karena lapar, tapi hanya sekedar merindukan kehangatan jakarta yang selalu membuatku mengeluh akan kegerahan dan bau keringat. oh iya satu lagi, teh manis hangat yang diseduh dadakan dan gulanya juga terlalu banyak, tapi tetap juga ku nikmati rasanya karena sering mual. mie instanku malam ini rasa soto special tapi dibungkus plastik dan disajikan dengan mangkuk kaca dan teh hangat agak tawar yang sedikit menghangatkan sunyi. jakartamu kalah dengan mie instanku.
hujan jakarta menyejukkan, huja dipegunungan membuat aku kedinginan.
sunyi ini dingin, jika dilukis dengan prespektif warna mungkin ini agak biru tua keabu-abuan. namun hujan jakarta selalu jingga. iya. jika malam, awan yang kulihat dari balkon kontrakan kecil itu berwarna jingga. dengan suara berisik pesawat terbang yang ratusan meter tingginya diatas genteng dan atap-atap rumah penduduk jakarta. suara itu pasti, terbang hilir mudik dari dan menuju bandara Halim Perdanakusuma. kota yang satu ini memang rajanya gemerlap. sangat terang hingga aku tak punya rasa takut akan sepi. karena jakarta selalu ramai dan jingga. bukan hitam, biru gelap keabu-abuan seperti malam di desa ini. hujan jakarta mengingatkan kesejukan dan aroma tanah panas terguyur hujan. hujan disini selalu membuat nyaman karena kabut akan selalu turun dan waktu enggan sekali berlalu.
sebenarnya ada satu hal yang membuat aku membenci sunyi di tempat ini, ya, karena aku tak punya siapa-siapa yang berada didekatku. meski masamnya jakarta tak semasam wajah ibuku saat pulang kantor, berisiknya jakarta tidak seberisik saat kedua adikku bertengkar, sedapnya jakarta tak sesedap oseng kulit melinjo teri jengkol bikinan umi, pedesnya jakarta ga sepedes castangel keju bon cabe bikinan tante tini, ato galaknya jakarta ga segalak omelan pacar saat aku minta beli eskrim padahal abis sakit gigi dan masih banyak lagi.
apa iya aku harus meninggalkan semua demi cita-cita orang tua yang terpaksa menjadi cita-citaku saat ini? apa iya aku harus selalu begulat dengan sunyi pagi siang sore malam ke pagi lagi? apa iya aku harus makan makanan yang tak cocok dilidah selama 3 tahun lamanya (keculai mie instant)?
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!
jangkrik itu tetap tak hening meski aku menjerit dalam hati sekaligus menutup muka di bantal dna mengacak acak rambutku.
hmmmmmm....
semua begitu pahit buatku.
datang bertubi-tubi, mesi belum terurai.
tak pernah berhenti, meski aku menginginkan sudah.
apa yang buat aku mencintai kesunyian?
aku kenal tuhanku,
aku tahan amarahku,
tak ada yang dengar tangisku,
tak ada yang tau hatiku.
aku menyayangi diriku dalam kesunyian.
aku dapat berfikir matang dalam kesunyian.
aku tau aku terlalu merindukan mereka hingga rasanya tak ingin lagi pergi jauh merantau. tapi ada hal yang buat aku bertahan, karena ibu, bapak, adik, dan orang-orang yang menyayangiku..........
ibu : "suatu kebanggaan buat ibu kalau kamu jadi orang yang bejo, mulyo, donyo, akherat"
bapak : "sekolah yang bener ya mbak biar bisa bermanfaat"
adik : "mbak, nanti kalo mbak udah kerja kita beli mobil ya biar kalo kita mau kemana2 ngga usah naik bus lagi"
keluarga : "sekolah yang bener ya ndok, bahagiain ibu bapak"
someone : "nanti kita nikah pake hasil kerja keras kita sendiri ya beh,"
..........menanam harapan besar padaku..
tangisku pecah dalam sunyi. isak ini tak terdengar dalam sunyi. hanya sura nafas yang menarik ingus sedikit seperti berisiknya motor yang trek-trekan dijalan protokol ibukota.
dari desa, kembali ke ibu kota.
kesabaran dari sebuah penantian dan harapan mudah-mudahan berujung pada akhir yang bahagia.
tak lagi membenci sunyi, karena aku sudah berhasil beradaptasi.
aku penuh rasa syukur, sampai kaget dengar suara teman sebelahku tidur mendengkur..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar