Saya masih mengagumi tempat ini. Yang membuat kaki saya sakit dan paru-paru saya terasa menciut karena lelah mendaki. Saya selalu bertanya "mas, ini kapan nyampenya? Ko jauh banget ya?" Dan beliau menjawab "5 menit lagi..." dan begitu seterusnya. Berkali2 saya dan teman saya terjatuh dan bangun karena track pendakian licin terguyur hujan. Entah karena memang saya mendaki sebagai pemula atau memang pendaki profesional-pun juga pernah jatuh bangun. Namun semua hal terbayar saat mulai setengah puncak, lampu2 dari dataran bumi sungguh begitu indah memukau mata. Tak sedetikpun aku berhenti bersyukur. Tubuhku serasa tak kuat lagi mendaki namun hatiku berbisik "aku tetap harus berjalan". Dan lelah semakin menyeruak tubuhku. Angin kencang dan berkali2 kabut turun mengurangi jarak pandang yang diterangi hanya menggunakan senter kecil. Dan... "kita udah sampe nih, nanti diriin tenda disana aja". "Hah? Udah sampe mas?" Tanya salah satu temanku, dan kami hanya terawa kecil. Tak sanggup kami berfikir bahwa kami dapat sampai puncak. Malam itu tebda didirikan, ditemani api unggun kecil, segelas kopi panas dan mie instant yang menemani obrolan hangat kita dimalam itu. Tak terasa bintang dan bulan begitu dekat dengan saya. Saya amat bahagia memandang gemerlapnya bulan bersanding dengan ribuan bintang dimalam hari tanpa penghalang apapun. saya serasa dekat dengan sang pencipta.
Saya mencoba untuk tidur, namun saya tidak dapat tidur pulas, saya menggigil kedinginan meski telah menggunakan jaket tebal dan selimut. Tubuh saya bergetar seolah tak dapat lagi menahan dinginnya malam itu. Saya memutuskan untuk begadang duduk dekat perapian hanya untuk sedikit menghangatkan saya. Kedua teman saya yang menemani saya sudah masuk kedalam tenda karena api unggun sudah perlahan mati.
"Mega sama Ai kemana? Kamu mau ikut saya ga, tadi saya kesana sama mas Dani. Bagus banget, mega merahnya udah mulai keliatan" saya begitu bersemangat untuk ketempat yang lebih tinggi dari tempat saya berkemah. Tanpa terasa adzan subuh menggema begitu kencang diatas sini, keindahan indra perasa di tubuh ini bergetar termasuk hati saya. Namun kabut turun begitu tebal disertai badai dan angin kencang. Kami hanya berdoa dalam tenda semoga tidak terjadi hal buruk.
"Yah, ga ketemu sunrise ya, badai gini." Kami hanya tersenyum dalam tenda, meski sedih tapi saya hanya dapat berkata pada mereka "tenang, badai pasti berlalu.." dan badaipun benar berlalu. saya melihat matahari terang pukul tujuh pagi. Saya dan teman saya langsung bergegas keluar tenda berlari dengan liarnya tanpa mengenakan sepatu yang tentu sudah basah karena terkena badai. Saya melihat raut wajah teman saya begitu bahagia. Dan saya terpaku dengan gunung tinggi menjulang dengan hiasan lautan awan yang tak bisa saya ungkapkan betapa indahnya. "Tuhan... inikah ciptaanmu? Saya amat beruntung menjadi hambamu! Kau berikan saya keindahan yang membuat hati saya bergetar. Rasa lelah saya terbayar dengan ini semua!" Teriak saya dalam hati.
Banyak pelajaran yang dapat saya ambil, tak hanya dunia namun pencerahan ruhani. Saat kita mendambakan puncak mustahil kita raih tanpa mendakinya, tetaplah tertunduk dan rendah hati seperti ketika kamu mendaki, tak selalu memandang ke atas namun kau hanya berfokus untuk memperhatikan langkahmu agar tak terjatuh. Dan saat kau terjatuh dan itu pula disaat kau harus bangkit dan tetap melangkah. Saat fisik menyerah, maka teguhkanlah hati, karena hati yang akan menuntun dan menguatkan ragamu menuju puncak. Dan saat kau telah sampai puncak, ingatlah bahwa tak akan bisa berdiri diatas sini tanpa campur tangan sang pencipta. Kau harus tetap bersujud memenuhi panggilan suara adzan untuk bersyukur. Dan lukisan sang pencipta memang tak ada bandingannya. Yang saya tau kini saya jatuh cinta dengan hal ini, mendaki gunung dan menikmati keindahan alam sang Tuhan.
Hi boys... jika kamu suka dengan perempuan ber-high heels, apa daya saya hanya perempuan ber-carrier.
Prau mountain. Kamu memberikan saya banyak pelajaran. Terimakasih. Love you ALWAYS❤😊
Tidak ada komentar:
Posting Komentar